Sunday, November 25, 2018

MENYINGKAP MAKNA DIBALIK MISTERI AL-QUR'AN

Sumber Gambar : Google
Wahyu merupakan pedoman utama bagi segenap umat Islam diseluruh penjuru dunia dalam menyikapi berbagai permasalahan di segala aspeknya. sehingga untuk memberikan solusi yang mempunyai relevansi di setiap masa dan tempat tentu harus memenuhi syarat dan standar dan metode tersendiri. Wahyu telah meletakkan garis-garis besar wujud secara keseluruhan. sehingga dimungkinkan perlu dipahami sebagai kebenaran yang mengandung nilai-nilai filosofis sekaligus teoritis. penerimaan kebenaran statemen wahyu pada tingkat filosofis dan teoretis akan membantu memberikan pemahaman penerangan dan kemampuan memprediksi, sehingga kebenaran wahyu  selalu teruji tingkat relevansinya dengan perkembangan, perubahan dan tuntunan cara pandang masyarakat modern.

bagi kaum Muslimin, Al-Qur'an adalah Verbum Dei (Kalamullah)yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAWW melalui perantara Jibril selama kurang lebih 23 tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang berada di luar kemampuan apapun, "Seandainya Kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah karena ketakutannya  kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. (QS. 59:21) kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi Muhammad SAWW pada permulaan abad ke-7 itu meletakkan dasar aspeknya. Itulah sebabnya, Al-Qur'an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. tanpa pemahaman yang semestinya terhadap Al-Qur'an, kehidupan, pemikiran dan kebudayaan kaum Muslimin tentunya akan sulit dipahami.

Al-qur'an adalah wahyu yang diturunkan oleh Allah yang maha misterium, Al-qur'an selain bersifat transendental ia juga merupakan logos ilahi dalam tradisi kewahyuan untuk mengirimkan signal-signal kemuliaan di muka bumi ini. 

Dalam tradisi studi agama-agama termasuk studi Al-Qur'an mencoba menyingkap makna dibalik jejak misterium wahyu suci dalam tradisi Islam dengan pendekatan. Pertama, tradisi terjemah. Kedua, tradisi Tafsir. Ketiga, tradisi Ta'wil. ketiga tradisi ini berupaya menyingkap bagaimana memposisikan wahyu bukan hanya sekedar teks suci, tetapi mencoba mengungkap makna yang berada dibalik teks. Terjemah misalnya lebih kepada mengungkap makna pada wilayah lahiriah dan letterlijk atau pemahaman terhadap suatu teks terpaku pada apa yang dituliskan teks tersebut. tradisi ini cenderung mengungkap makna hanya pada tataran teks to teks. menangkap makna dari teks pertama yang berbahasa arab ke teks kedua yang berbahasa Indonesia misalnya. 

Tradisi kedua adalah Tafsir, pada tradisi tafsir ia memposisikan diri sebagai relasi antara teks dan konteks. teks suci yang terkandung dalam wahyu dicoba di dialogkan dengan hal yang bersifat historis, hal-hal yang bersifat sosiologis, hal-hal yang bersifat mistik dan sebagainya. dialog antara teks dan konteks itulah yang disebut dengan tradisi penafsiran.

Sementara yang ketiga dalam tradisi Al-qur'an adalah tradisi Ta'wil. ta'wil sebenarnya telah mencoba mengungkap makna dibalik teks suci dengan melalui metode inner meaning of the teks, mencoba untuk mengungkap makna terdalam di balik sebuah teks.

Sebuah perumpamaan secara ilustratif, ketika seseorang ingin menggambarkan laut, tradisi terjemah mencoba memosisikan laut dengan orang yang mencoba mengenal laut berjarak, ibaratnya orangnya berdiri di pinggir laut, ia hanya melihat dari luar bahwa laut itu memiliki warna biru dan banyak ekosistem hidup di dalamnya dan seterusnya, tetapi ia tidak pernah mencemplungkan dirinya masuk ke dalam laut. itulah terjemah. 

Ilustrasi yang kedua, orang yang mencoba menggambarkan laut tidak hanya berjarak, tetapi terjun ke laut, dia mencoba meraba laut dengan kakinya, mencoba menyentuh karang dan merasakan gelombang laut yang sangat dahsyat dan sebagainya.

Sementara yang ke tiga adalah ilustrasi ta'wil, adalah sebuah langkah-langkah tafsir dilakukan, tetapi ketika ia menyentuh gelombang lautan lantas ia mencoba menyelam ke dalamnya, ia menyaksikan sesuatu yang sangat indah sekali bahwa dibalik laut ada kehidupan yang berwarna warni yang tak kalah eksotikmenya dengan kehidupan yang ada.

Di titik inilah mengapa sebuah teks di dalam Al-Qur'an ketika didekati dengan tiga pendekatan ini, dia akan melahirkan  pemaknaan yang berbeda. sebuah teks yang didekati dengan tradisi terjemah berbeda pemaknaannya ketika ia didekati dengan pendekatan tafsir. dan selanjutnya pendekatan-pendekatan takwil akan memberikan warna yang melimpah ruah  bahkan ia akan masuk ke jantung substansi realitas yang dicoba di ungkapkan.

Mengapa Al-Qur'an harus diyakini asli dan autentik sesuai dengan wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAWW dan tak pernah berubah hingga akhir dunia. sebab Allah telah menjamin kesucian dan kemurnian Al-Qur'an. Jaminan Allah tersebut tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang terdapat pada QS. Al-Hijr: 9
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ  

Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

Ayat ini, sesungguhnya menunjukkan keaslian Al-Qur'an. tak akan pernah ada upaya yang bisa memalsukan, mengubah, menambah ataupun mengurangi al-Qur'an.

Inilah yang membangun tradisi dan peradaban Islam di masa silam, itu sebabnya untuk membangun tradisi dan peradaban Islam di masa depan yang bersendikan inspirasi Qur'ani kita harus menggabungkan, mengkolaborasi, mengkombinasikan antara dua tradisi pewahyuan yang bersifat transendensi langit dan instrumen yang disebut dengan kalamullah di satu sisi dan Al-Qur'an dalam konteks sejarah atau historis, dinamis dan kultural yang disebut kitabullah di sisi yang lain, perjumpaan keduanya inilah menjadi inspirasi peradaban Islam di masa lalu dan Islam di masa depan.

Sumber Bacaan
  1. Al-Qur'an Al-Karim
  2. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an; Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Cet. 13: Jakarta; Mizaan, 1996)
  3. Mohd. Sabri. AR, Menyingkap Jejak Misterium Al-Qur'an, I Lentera Ramadhan 19 Youtube, 6/6/2018 (https://www.youtube.com/watch?v=0jYbO_WbaCY&t=379s)
  4. Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Ma'arif e Qur'an (6): Qur'an Syenosi, diterjemahkan oleh Endang Zulaicha Susilawati dengan judul , Pengetahuan Al-Qur'an; Wawasann dan Kandungan kitab suci terakhir, (Cet. I: Jakarta; Nur Al-Huda).
  5. Wahab, M.H.A. (2011). Simbol-Simbol Agama, SUBSTANTIA, 13 (1)
  6. https://books.google.co.id/books id=l56_ApiBYL4C&lpg=PA10&ots=wsnSk85Puj&dq=Bagaimana%20manusia%20mengembangkan%20perasannya%20terhadap%20Tuhan&hl=id&pg=PR4#v=onepage&q&f=false
Oleh:
NURDIN ZAINAL
(nurdinzainal@gmail.com)
(Dosen Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam IAI As'adiyah Sengkang)

Saturday, November 24, 2018

BENCANA AGAMA

Sumber : https://www.antimedia.id/macam-jenis-agama-dunia
Agama seringkali didefinisikan sebagai "tidak kacau". A berarti tidak, sementara Gama diartikan kacau. sehingga berbicara tentang agama berarti berbicara bahwa agama sesungguhnya adalah pembawa kedamaian. 

Betulkah agama sebagai pembawa kedamaian? betulkah agama merupakan rahmat bagi semua manusia? kami tidak mencoba mengkritik agama apalagi mencoba memojokkan pada sudut-sudut bangunan yang kita anggap misterius. 

Mengapa demikian, sejak kecil kita diajarkan tentang agama, diajarkan bagaimana kita mampu mengungkapkan sisi misterius dibalik Agama. dimasa kecil itu kita merasakan betapa damainya beragama, betapa luar biasanya kita mengenal agama. karena agama dimasa itu mengajarkan kepada kita tentang bagaimana saling mencintai, saling menghormati, disana ada akhlak  dan budi pekerti yang sangat luar biasa. 

Agama, apa boleh dikata, seringkali justru jadi bencana bagi para pemeluk-pemeluknya sendiri. sementara pemeluk-pemeluk yang lain membayangkan persahabatan, ibadah yang nyaman dan menyenangkan serta ajarannya yang sungguh sangat luar biasa ademnya. sebagian yang lain mencari bagaimana bebas dari intimidasi, penyerangan dan kekerasan fisik dari sesama pemeluk atas nama agama. hingga urusan agama dibawa masuk kedalam arena politik yang tak beretika.  Anehnya, semua itu acapkali tak disadari oleh para ulama, ustadz, pengelola pendidikan Agama dan kita semua sebagai pemeluk agama. 

Kondisi ini sesungguhnya menggambarkan dengan terang bagaimana rasanya menjadi terbuang, dan mengapa agama seringkali tak kuasa mencegah "BENCANA" tersebut. saatnya kita buka mata memandang ke realitas dan konsekuensi jangka panjang dari kesalahan memahami agama sebagai rahmatan lil alamin.

Oleh: Tim Pena Cendekia7