Tuesday, April 21, 2020

MENGAPA HARUS KARTINI?

"Saat Kartini menulis surat perlawanan. Cut Nyak Dien. Cut Meutia mengangkat senjata di medan perlawanan. Kala Kartini bicara sekolah untuk perempuan, Dewi Sartika mendirikan Sekolah Keoetamaan Istri. Ketika Kartini baru berjuang untuk hak-hak kaumnya, Laksamana Malahayati telah jauh lebih dulu mencontohkan kesederajatan peran dengan kaum pria. Lalu Kenapa harus Kartini?" (Sabara Nuruddin)


Mungkin karena pertanyaan itu juga, kita akan mengajukan pertanyaan lain mengapa harus Kartini yang menjadi simbol perempuan Indonesia? sementara ada banyak perempuan-perempuan hebat yang telah  berjasa di negeri ini. Apakah karena Kartini adalah putra Bangwasan? Apakah karena ia berasal dari kalangan kaum ningrat? 

Terlepas dari perbedaan pandangan mengenai sosok Kartini, Saya yakin bahwa Kartini pun tidak pernah berharap bahwa tanggal kelahiranya akan dijadikan sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai HARI KARTINI. Bukan juga berarti harus menapikan apalagi mendiskreditkan perempuan-perempuan hebat lainnya di negeri ini.

Kita tahu sebenarnya Kartini tak sendiri dalam memperjuangkan pendidikan pribumi. Kita kenal Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Laksaman Malahayati dan perempuan-perempuan hebat lainnya di masa lalu. Mereka memiliki kepedulian besar terhadap pendidikan khususnya untuk kaum perempuan. mereka sudah berpikir maju, jauh melampaui cara berpikir perempuan pada zamannya.

Mereka berjuang melawan tradisi dan menentang apa yang dianggap tabu, perempuan di mindset mereka bukan hanya berkutat di 3R, dapur, sumur dan kasur. Tetapi, perempuan juga harus mendapatkan hak-haknya untuk belajar dan berketerampilan lainnya. Kartini tidak sependapat dengan budaya turun tumurun yang melazimkan seorang perempuan hanya pasif melakoni alur kehidupan.

Perempuan yang lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. Di kehidupan Kartini ia membuktikan bahwa sebenarnya perempuan bisa berperan dalam menggantikan posisi laki-laki. Perempuan bisa menentukan pilihan hidupnya tak harus dipaksa oleh pilihan orang tua. Perempuan punya hak yang sama dengan laki untuk mendapatkan pendidikan.

Dibalik kisah perjuangan atas nasib perempuan ternyata tokoh fenomenal ini juga menaruh perhatian yang cukup besar  terhadap ajaran agama. Di Usianya yang masih muda, Kartini menyampaikan gagasan kritisnya terhadap agama terangkum dalam isi suratnya tertanggal 06 November 1899 yang disampaikan kepada sahabat penanya "Nona E.H. Zeehanderal" yang juga merupakan seorang tokoh pergerakan feminis di Belanda. 
"Tentang ajaran Islam tidak dapat saya ceritakan Stella. Agama Islam melarang pemeluknya untuk membicarakannya kepada pemeluk agama lain. Dan sebenarnya saya beragama Islam, karena nenek moyang saya beragama Islam. Bagaimana saya mencintai agama saya, kalau saya tidak mengenalnya? Tidak boleh mengenalnya? Al-Qur'an terlalu suci untuk diterjemahkan, dalam bahasa apapun juga. Di sini orang juga tidak tahu Bahasa Arab. Di sini orang diajari membaca Al-Qur'an, tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Saya menganggap hal itu pekerjaan gila; mengajari orang membaca tanpa mengajarkan makna yang dibacanya." (Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang: 25-26)
Kutipan di atas merupakan refleksi kritisnya atas ajaran agama yang kala itu hanya mengedepankan membaca Al-Qur'an tanpa mengetahui maknanya.
Kartini kini telah menjadi narasi kesetaraan gender, tetapi nalar kritisnya terhadap agama juga tetap harus mengemuka.
Selamat Hari Kartini, 21 April 2020
Salam Literasi

Sumber Bacaan:
  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini
  2. https://www.kompasiana.com/fajriimpezza/571860dc1d23bdf5269ca4a6/kenapa-harus-hari-kartini-yang-diperingati
  3. https://regional.kompas.com/read/2020/04/21/07300051/biografi-dan-sejarah-ditetapkan-hari-kartini-yang-jatuh-setiap-21-april
Tim Pena Cendekia7

No comments:

Post a Comment