Sunday, May 17, 2020

IMAM ABU HANIFAH: "KETELADANAN ITU HARUS DIMULAI DARI DIRI SENDIRI"

Al-Nu'man ibn Tsabit ibn al-Zutha al-Farisi yang lebih masyhur dikenal dengan nama Abu Hanifah. ia dilahirkan di Kufah, Irak pada 80 Hijriyah. Demikian pendapat yang paling kuat. Ia tinggal dan tumbuh besar di Kufah menghabiskan sebagian besarnya hidupnya di sana. Ia tinggal ditengah keluarga yang harmonis, sejahtera dan kaya. Sejak kecil ia diarahkan menghafal Al-Qur'an dan senantiasa menjaga hafalannya dengan cara mengaji setiap saat. Dalam sebuah riwayat ia disebutkan bahwa Abu Hanifah dalam setiap ramadhan ia mampu mengkhatamkan Al-Qur'an sampai beberapa kali. Ia belajar Al-Quran dari dari Imam Ashim, salah satu imam qira'ah tujuh.


Salah satu kelebihan yang menjadi kecenderungan Abu Hanifah adalah Intelektual, ia sosok yang sangat mensyukuri nikmat akal. Ia menjunjung tinggi kebebasan berpikir, namun yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia senang berdiskusi dan bahkan berdebat_bukan debat yang ingin menjatuhkan lawan debatnya. namun ia berusaha agar bisa sampai pada titik kebenaran. Dengan prinsipnya tersebut tidak membuatnya pongah dan fanatik, melainkan ia menjadi seseorang yang rendah hati. Suatu ketika ia mengatakan bahwa, "pernyataanku hanyalah sebuah pendapat. Jika ada pendapat yang lebih baik dari pendapatku, maka pendapat tersebut lebih layak diikuti.

Dikesempatan lain ia mengatakan bahwa, engkau tidak akan bisa membuat manusia puas hanya dengan pendapat atau ilmu. Dunia adalah madrasah yang dibesarkan. Kebenaran tidak akan bisa dipahami dalam konsep kecuali bila dipraktikkan. Manusia di dunia sama seperti para murid di madrasah. Mereka tidak akan pernah bisa memahami sesuatu pun kecuali mereka mengupayakannya sendiri, atau sesuatu dihadirkan ke hadapan mereka dengan cara lembut dan santun. Perkataan tidak akan bisa memberikan petunjuk seperti petunjuk yang diberikan oleh amal dan keteladanan. Keteladanan dalam ilmu harus dimulai dari diri kita sendiri. Jadi, kita harus mempraktikkan kaidah-kaidah yang telah kita kemukakan kepada orang-orang.

Jangan sebaliknya, kita menyuruh orang lain untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan tetapi justru kita sendiri tidak taat terhadap apa yang telah kita sampaikan. 
Wallahu A'lam Bisshawab.

Sumber Bacaan:
Tariq Suwaidan, Biografi Imam Abu Hanifah; Kisah perjalanan dan pelajaran hidup Sang Pengusung Kebebasan Berpikir, 2013

No comments:

Post a Comment