Agama sejatinya hadir sebagai cahaya yang membebaskan, bukan belenggu yang membatasi. Namun dalam sejarah panjang peradaban, agama kerap direduksi menjadi sekadar kumpulan doktrin kaku, ritual yang beku, atau simbol-simbol yang kehilangan ruh. Inilah yang dikritisi oleh Mun’im Sirry dalam gagasannya Think Outside The Box—sebuah ajakan berani untuk membebaskan agama dari penjara konservatisme.
Berpikir di luar kotak
berarti membuka ruang refleksi kritis, tanpa harus meruntuhkan fondasi iman.
Konservatisme sering kali memenjarakan agama dalam tafsir tunggal, menutup
kemungkinan dialog dengan zaman, dan mengabaikan kompleksitas realitas sosial. Mun’im
Sirry mengingatkan bahwa agama harus terus hidup, tumbuh, dan berdialog dengan
konteks. Iman yang sehat tidak anti-kritik, justru menguat ketika diuji oleh
pertanyaan-pertanyaan segar.
Pendekatan ini bukan
sekadar upaya intelektual, tetapi gerakan spiritual untuk memurnikan agama dari
belenggu ideologisasi yang sempit. Kita diajak melihat agama bukan hanya
sebagai warisan masa lalu, tetapi sebagai energi transformatif yang mampu
memberi jawaban atas persoalan kemanusiaan modern.
Membebaskan agama dari
penjara konservatisme bukan berarti menolak tradisi, melainkan menyelamatkannya
dari kebekuan. Ini adalah panggilan untuk terus menggali makna, menantang
kemapanan berpikir, dan membiarkan agama kembali pada fungsinya yang hakiki,
menjadi jalan pembebasan, pencerahan, dan rahmat bagi semesta.
Bagaimana menurut Anda, apakah agama di
sekitar kita masih mampu memberi jawaban atas persoalan zaman, atau justru
terjebak dalam formalitas? Tinggalkan pendapat Anda di kolom komentar, mari
bersama-sama belajar berpikir di luar kotak, agar agama kembali menjadi sumber
inspirasi, bukan sekadar aturan tanpa jiwa.
No comments:
Post a Comment