Masyarakat harus senantiasa terus
menerus diajak berpikir dan menganalisis secara kritis keadaan dan masalah
mereka sendiri. Hanya dengan demikian mereka akan mampu memiliki wawasan baru,
kepekaan dan kesadaran memungkinkan mereka memiliki keinginan untuk bertindak,
melakukan sesuatu untuk merubah keadaan yang mereka alami. Tindakan mereka itu
kemudian dinilai, direnungkan kembali, dikaji-ulang untuk memperoleh wawasan
baru lagi, pelajaran berharga yang akan menjaga arah tindakan-tindakan mereka
berikutnya.
Mengorganisir masyarakat adalah
bukan pekerjaan mudah apalagi peneliti pemula, ada banyak hal yang perlu
dipersiapkan serta langkah yang harus dikuasai, seperti bagaimana mempersiapkan
masyarakat sendiri untuk menjadi pelaku utama dalam aksi tersebut dan tanpa
terkesan bahwa mereka digurui. Masyarakat harus senantiasa dilibatkan dalam
setiap hal dari sejak tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
tindak-lanjut suatu aksi. Merekalah yang akan menentukan aksi serta tujuan-tujuan
yang ingin mereka capai.
Lalu peran peneliti luar atau
pengorganisir masyarakat dalam seluruh proses rangkaian aksi tersebut, apa? Tak
lebih adalah hanya sebagai fasilitator
yang membantu masyarakat menemukan cita-cita dan harapannya secara sistematis
termasuk menyediakan informasi penting yang mereka butuhkan dari luar.
Mengorgansir masyarakat, tentunya
memiliki tujuan untuk mencapai perubahan sosial yang lebih baik, lebih besar
dan lebih luas. Namun, masih cukup banyak pengorgansir masyarakat yang sering
kesulitan merumuskan apa yang mereka perjuangkan dalam jangka panjang. Sehingga
menurut Agus Afandi sebagai instruktur dalam kegiatan Shortcourse Pengabdian
Kepada Masyarakat Dirjen Pendidikan Islam Tahun 2020 bahwa pengelolaan program
atau kegiatan bersama masyarakat harus melalui tahapan-tahapan terstruktur,
mulai dari identifikasi masalah, perencanaan atau desain program, pelaksanaan
dan pemantauan. Oleh karena itu harapan beliau kepada peserta pelatihan bahwa
dalam mempersiapkan program kegiatan bersama masyarakat tidak asal-asalan,
melainkan melalui persiapan yang terencana dan matang dalam program tersebut.
Dalam Pelatihan tersebut,
Instruktur banyak memberikan simulasi, dimulai dari temuan problem yang sudah
dirumuskan pada praktek dan simulasi Partisipatory Rural Appraisal (PRA)
Dan Rapid Rural Appraisal (RRA). Pada dasarnya prinsip-prinsip PRA dan
RRA adalah memutar kembali proses belajar masyarakat, memperbaiki
kesalahan-kesalahan, triangulasi, menemukan keragamaan, mengutamakan fasilitas
proses, membangun kesadaran kritis masyarakat dan tanggung jawab serta siap
berbagi bersama dalam mewujudkan transformasi sosial yang lebih baik.
Selain itu, instruktur juga
berbagi tentang bagaimana proses pengorganisasian yang baik, yaitu : mulai dari
rakyat itu sendiri, masyarakat diajak berpikir kritis, melakukan analisis
kearah pemahaman bersama, capai pengetahuan, kesadaran, perilaku baru, lakukan
tindakan atau aksi serta evaluasi tindakan itu.
Proses pengorganisasian
memerlukana tahapan-tahapan seperti berikut: memulai pendekatan, memfasilitasi
proses, merancang strategi, mengerahkan tindakan, menata organisasi, membangun
sistem pendukung.
Dalam keseluruhan proses atau langkah perumusan strategis tersebut, peserta pelatihan tetap jangan lupa bahwa dia harus membuatnya semudah mungkin dipahami oleh masyarakat.
Oleh : Nurdin, S.Fil.I., M.Fil.I (IAI As'adiyah Sengkang)