Ijtihad dalam Kamus Bahasa Arab berasal dari kata ja-ha-da yang berarti bersungguh-sungguh, bekerja dengan maksimal. Kata ini melahirkan kata seperti mujtahid yakni orang yang bekerja dengan maksimal dalam suatu bidang atau bersungguh-sungguh dalam bidangnya. Kata ini juga sangat berkaitan dengan kata Jihad yaitu kegiatan dan usaha maksimal terhadap sesuatu. Term ijtihad sangat masyhur di kalangan ahli fiqh dikarenakan kegiatan dan usaha seorang fuqaha di dalam menggali dan menetapkan hukum syariat amaliyah yang tersebar dari dalil-dalil tafsiliyah.
Pada dasarnya sumber syariat menurut Muhammad Syaltut mempunyai tiga sumber yaitu Al-Qur'an, al-Sunnah, al-Ra'yu. Sedangkan Abdul Wahhab Khallaf membagi dalil syariat ke dalam dua kategori besar yaitu dalil syariat yang disepakati oleh ulama seperti al-Qur'an, al-Sunnah, al-Ijma, al-Qiyas dan dalil syariat yang diperselisihkan oleh ulama seperti Istihsan, Maslahah Mursalah, Urf, Istishab, Syar'un Man Qablana, Mazhab Sahabat. Kemudian Wahbah Zuhaili memasukkan sad al-zari'ah ke dalam bagian dalil yang diperselisihkan oleh ulama. AG. KH. Muhammad As'ad dalam kitabnya Nailul Ma'mul menyebutkan metode penetapan hukusm Islam yang antara lain: al-Qur'an, al-Sunnah, al-Ijma, al-Qiyas dan Istishab.
Dengan melihat perkembangan zaman dan masalah kontemporer yang terjadi di masyarakat, paling tidak metode ijtihad dikategorisasikan kepada tiga kelompok besar, yaitu (1) Ijtihad bil nash (bermuara pada teks), (2) Ijtihad bila manhaji (bermuara pada metode), dan (3) Ijtihad bil maqashidi (bermuara pada nilai). Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, Ijtihad bil nash yaitu metode ijtihad yang berasal dan bersumber dari teks al-Qur'an dan al-Sunnah. Ijtihad seperti ini merupakan hal yang asasi, karena Al-Qur'an dan al-Sunnah merupakan sumber dari segala sumber ijtihad dari seorang ulama. Yang perlu diperhatikan dalam ijtihad bil nash ini adalah sesuatu yang tersembunyi di balik teks atau sering dibahasakan sebagai konteks dari sesuatu. Sehingga kajian tentang Asbabun Nuzul dan Asbabul Wurud sangat dibutuhkan dalam mengokohkan ijtihad dengan nash ini.
Kedua, Ijtihad bil manhaji yaitu metode ijtihad dengan menggunakan tata cara atau sebuah jalan dalam menetapkan hukum Islam. Ijtihad bil manhaji itu antara lain dengan ijma, qiyas, istihsan, istihshab, sad al-zari'ah dan maslahah mursalah. Berijtihad dengan manhaji ini sangat sering dilakukan oleh fuqaha dalam menetapkan hukum Islam. Metode sad al-zari'ah dan maslahah mursalah adalah dua metode penetapan hukum Islam yang sering digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam menetapkan fatwa terhadap permasalahan hukum Islam yang terjadi di masyarakat.
Ketiga, Ijtihad bil maqashidi yaitu metode ijtihad dengan menggunakan pendekatan maqashid yang merupakan nilai-nilai luhur syariat Islam yang antara lain sangat memperhatikan perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, harta, lingkungan, ummat, negara dan seterusnya. Grand Teori maqashid syariah adalah bagaimana Islam mewujudkan kemaslahatan yang umum dan menghindarkan kemudharatan yang bersifat global. Yang mesti diperhatikan pada metode ijtihad terbaru ini adalah bagaimana kemaslahatan yang hendak diwujudkan betul-betul merupajan kemaslahatan qathiyyah, bersifat umum, terukur dan teruji.
Demikianlah metode ijtihad yang masih mentah yang penulis utarakan. Metode ijtihad ini adalah murni hasil kajian penulis sendiri yang sering disampaikan kepada mahasiswa pada perkuliahan ushul fiqh. Mudah-mudahan dapat terus dikembangkan sehingga semakin kuat dan dapat diaplikasikan.
Wallahu A'lam Bisshawab.
Sumber Bacaan:
- Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh
- Alim Allamah AG. KH. Muhammad As'ad, Nailul Ma'mul
- Muhammad Syaltut, Aqidah wa Syariah
- Nurdin bin Mukhtar al-Khadimi, al-Ijtihad al-Maqashidi
- Syatibi, al-Muwafaqat.
- Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh Islam
Oleh:
TARMIZI TAHIR
TARMIZI TAHIR
Pengasuh Ma'had Aly As'adiyah dan
Dosen IAI As'adiyah Sengkang
No comments:
Post a Comment