Sunday, April 19, 2020

PESANTREN AS'ADIYAH & MODERASI BERAGAMA

Sebelum mendirikan suatu bangunan, siapa pun akan memulainya dengan membangun pondasi yang kokoh. Semakin kuat pondasi, maka semakin kuat pula bangunan itu akan berdiri. Agama pun demikian adanya, dasar pondasinya harus kuat dan kokoh sehingga celah-celah yang mungkin rawan untuk diserang , ditutup dengan pondasi yang tangguh. Pada hakikatnya ketika agama diperhadapkan dengan kehidupan modern, misalnya, semakin dipertanyakan mengingat fenomena dunia yang karut marut ini. jika pondasi agama tidak kokoh, maka bersiaplah menghadapi keruntuhan agama. 

Salah satu fungsi agama adalah menjaga dan mengatur kehidupan manusia agar menjadi tertib dan teratur. Agama memuat ajaran dan hukum-hukum yang normatif tentang pengaturan ketertiban dan keteraturan agar manusia hidup damai dan bahagia. Agama mempunyai kemampuan yang besar untuk memperbaharui individu dan masyarakat; atau lebih tepatnya, agama adalah satu-satunya sarana untuk mencapai kesejahteraan.

Masalah yang sering kali muncul di dalam kehidupan sosial agama adalah ekspresi beragama yang diperankan oleh para pemeluknya seringkali dipraktekkan secara radikal. Agama seringkali dipahami secara harfiah atau tekstual. Sehingga akibatnya, agama kadang diekspresikan sesuai teks apa adanya tanpa upaya melakukan interpretasi secara holistik dan terbuka.

Fenomena  seperti ini, terkadang menjadi sumber pemicu ketidakdamaian karena persepsi terhadap Tuhan bagi masing-masing pemeluk agama berbeda-beda. Keterbatasan persepsi yang pada akhirnya membuat sebagian pemeluk agama menjadi intoleran terhadap pemeluk agama lain.

Di sini perlu dihadirkan sebuah komitmen kuat untuk tetap mempertimbangkan kebaikan bersama, agar agama yang diturunkan Tuhan untuk menciptakan ketertiban tidak menjadi pemicu dalam menciptakan kedisharmonisan sosial.

Pemahaman keagamaan yang literal cenderung mengalami distorsi, fanatisme dan eksklusivisme dari sejak masa stagnasi dan tersu berlangsung  hingga kini. Pemahaman seperti ini hampir tidak memberikan ruang bagi akomodasi dan kompromi dengan kelompok-kelompok  muslim lain yang umumnya moderat.  Fanatisme dan eksklusivisme di nilai sebagai salah satu pemicu radikalisme.

Selain itu, salah satu pemicu radikalisme keagamaan adalah pemahaman terhadap teks keagamaan dan realitas secara tertutup. Pemahaman tertutup inilah yang mendasari tindakan-tindakan radikal mereka. Pemahaman tertutup ini muncul  diakibatkan mereka bangga dengan pendapat yang salah. Kelompok yang ddemikian inilah yang dimaksudkan oleh Al-Qur'an :
فَتَقَطَّعُوٓاْ أَمۡرَهُم بَيۡنَهُمۡ زُبُرٗاۖ كُلُّ حِزۡبِۢ بِمَا لَدَيۡهِمۡ فَرِحُونَ 

Terjemahnya:
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (QS. Al-Mukminun: 53)

Pemahaman tertutup ini juga dipengaruhi pandangan mereka anti terhadap yang tidak berdasarkan Al-Qur'an. Padahal, mereka tidak memiliki ilmu yang memadai serta hanya bermodalkan semangat yang menggebu-gebu. Akibatnya mereka sangat tekstualis dalam memahami teks dan mengarahkan teks sesuai dengan hawa nafsu mereka.

Munculnya kelompok radikal dalam beragama sungguh sulit dibendung apalagi dihilangkan di negeri ini. Mereka selalu muncul tiba-tiba disertai gerakan teror serta gerakan kekerasan, yang sungguh biadab dan tidak manusiawi. Untuk itu gerakan pengarusutamaan moderasi beragama ini mestinya tidak cukup bila hanya dipromosikan saja, melainkan perlu didesakkan sebagai aksi dan gerakan bersama seluruh komponen anak bangsa baik pemerintah maupun kelompok agama agar ekstrimisme dan kekerasan atas dasar kebencian kepada agama dan suku yang berbeda bisa di tekan dan dihilangkan menuju beragama yang toleran, damai dan menghargai kemanusiaan semesta.

Perlu dipahami bahwa Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrim, baik ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. Ekstrimisme, radikalsime, ujaran kebencian, hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Sehingga, adanya program pengarusutamaan moderasi beragama ini dinilai penting dan menemukan momentumnya.

Bentuk ekstrimisme terjewantahkan dalam dua bentuk yang berlebihan. dua kutub yang saling berlawan. Satu pada kutub kanan yang sangat kaku dalam beragama. Memahami ajaran agama dengan membuang jauh-jauh penggunaan akal. Sementara di pihak lain justru sebaliknya, sangat longar dan bebas dalam memahami sumber ajaran Islam. Kebebasan tersebut tampak pada penggunaan akal yang sangat berlebihan, sehingga menempatkan akal sebagai tolak ukur kebenaran sebuah ajaran.

Salah satu upaya Pemerintah dalam hal penanggulangan paham radikalisme ini adalah dengan memperkuat peran serta Pondok Pesantren termasuk Pesantren As'adiyah sebagai bagian penting dalam mewujudkan moderasi beragama di Kabupaten Wajo. Peran kiyai, santri dan alumni Pondok Pesantren sangat diharapkan menjadi yang terdepan untuk menangkal paham ekstrimisme dan radikalisme tersebut demi mewujudkan moderasi beragama.

Pondok Pesantren As'adiyah yang merupakan Pondok Pesantren tertua di Indonesia Timur khususnya di Kabupaten Wajo yang telah melahirkan banyak ulama dan tokoh. Karakter otentik Pesantren As'adiyah Sengkang dari sejak awal telah menampilkan wajah yang toleran, damai dan penuh dengan kesejukan. Bahkan telah berhasil melakukan banyak dialog dengan budaya masyarakat setempat, pembauran dengan masyarakat secara baik.

Peranan Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang sangat strategis dan urgen. Dengan paham keagamaan yang mumpuni, sanad keilmuan yang jelas, kajian kitab klasik yang beragam sehingga tentu para warga As'adiyah dianggap mampu menangkal setiap paham ekstrimisme dan radikalisme yang berkembang di masyarakat.

Hasan Basri M. Nur sebagai salah satu anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Aceh, mengatakan bahwa Prof. Hasbi memetakan lima ciri paham radikal yang dapat memicu aksi-aksi radikal, yaitu :
  1. Klaim kebenaran tunggal
  2. Memperberat ibadah yang sebenarnya ringan (sunat) seakan-akan wajib
  3. Kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional
  4. Mudah berburuk sangka kepada orang lain di luar kelompoknya.
  5. Mudah mengkafirkan orang lain walau sesama muslim.
Sikap radikalisme terdeteksi dengan jelas dalam tiga bentuk, antara lain:
  1. Ucapan yang kasar seperti makian yang berlebihan, kebohongan, dan penyebaran isu negatif atau bahkan pujian yang berlebihan.
  2. Kelakuan atau tindakan, baik dalam bentuk ibadah yang dilebihkan dari apa yang diajarkan agama maupun bukan ibadah.
  3. Hati dan perasaan, baik dalam bentuk kepercayaan, maupun emosi dan cinta.
Sebagai salah satu Pesantren yang terbesar di Indonesia, Pondok Pesantren As'adiyah telah melaksanakan "Tri Pilar Manajemen Pendidikan As'adiyah, yaitu: Khalaqah (Mangaji Tudang), Madarasah (Sekolah), Tahfidz Al-Qur'an (Menghafal Al-Qur'an). Telah membuktikan peran dan eksistensinya dalam mempertahankan NKRI dan mengembangkan SDM masyarakat Indonesia. Melalui kegiatan pendidikan dan dakwah Islamiyah, Pondok Pesantren As'adiyah ikut serta dalam menanamkan prinsip moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ikut serta dalam menangkal radikalisme yang telah berkembangan di tengah masyarakat, dan ikut serta menjaga sikap toleransi antara umat beragama di Indonesia.

Peran penting Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang dalam mewujudkan moderasi beragama adalah dengan banyak cara, salah satu satu diantaranya, mengirim tenaga muballigh profesional ke berbagai mesjid baik di dalam maupun diluar Kabupaten Wajo dalam rangka membangun dan mendorong terwujudnya moderasi beragama dan nilai-nilai toleransi.

M. Sabit AT, menyampaikan bahwa keberhasilan dakwah Anregurutta KH. Muhammad As'ad dalam menerapkan dakwah moderasi (poros tengah) yang tampil sebagai penengah terhadap perbedaan dan meminimalisir terjadinya gejolak sosial politik di tengah masyarakat dan penguasa. Bahkan telah berhasil melakukan banyak dialog dengan budaya masyarakat setempat, sehingga warga As'adiyah secara kelembagaan mengalami pembauran dengan masyarakat secara baik.

Pondok Pesantren As'adiyah sejak berdirinya hingga sekarang merupakan pilar penting dalam dunia pendidikan dan keagamaan. Pondok Pesantren As'adiyah telah terbukti banyak berperan dalam mewujudkan kemerdekaan belajar dan mencerdaskan kehidupan bangsa lewat penanaman nilai-nilai Islam wasathiyah kepada santri-santrinya seperti sikap moderat, sikap toleransi dan sikap perdamaian. Sehingga Pondok Pesantren As'adiyah mampu menghasilkan lulusan yang mempunyai wawasan wasathiyah (Moderasi Beragama) yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat terutama di Kabupaten Wajo.

Prestasi seperti ini kemudian menjadi model keberagamaan yang toleran di Pondok Pesantren As'adiyah yang kemudian dapat menularkan bibit toleran itu di kalangan umat Islam  pada umumnya. Tak heran jika karakter Islam di Wajo seringkali dipersepsikan sebagai muslim yang ramah dan damai. Keramahan dan kelembutan Islam dibentuk oleh beberapa karakter dasar.
  1. Tawassuh, (Tidak memihak atau moderasi)
  2. Tawazun, (Menjaga kesimbangan dan harmoni)
  3. Tazamuh, (Toleransi)
  4. Tasyawwur, (Musyawarah)
  5. Adil dalam beraksi atau bereaksi.
Lima karakter inilah yang berhasil membentuk semangat moderasi dalam menjalani kehidupan ri di masyarakat khusus dalam berbangsa dan bernegara.

Untuk itu peran serta kaum intelektual As'adiyah hari ini sangat penting dalam menangkal penyebaran paham radikalisme Islam dengan menggunakan berbagai sarana dan media untuk mencegah menyebarluasnya paham mereka:
  1. Melakukan pengkaderan maupun sosialisasi kepada masyarakat luas
  2. Mengambil alih kembali mesjid-mesjid yang kurang "diurus" oleh masyarakat sekitar sehingga berhasil "dikuasi" oleh kelompok-kelompok Islam radikal
  3. Menghidupkan kembali lembaga penerbitan majalah, buletin, dan booklet, serta mendorong kepada warga As'adiyah untuk menguasai teknologi informasi (internet) untuk memberikan penjelasan dan pencerahan kepada masyarakat tentang Islam secara memadai.
Semoga bermanfaat.

Sumber Bacaan
  1. Abdul Fatah, Rohadi, dkk.(2008). Rekonstruksi Pesantren Masa Depan; Dari Tradisional, Modern, Hingga Post Modern. Jakarta: Listafariska Putra.
  2. Abdul Karim, Khalil (2015). Kontroversi Negara Islam; Radikalisme Versus Modernitas, Surabaya: Nusantara Press
  3. Dhofier, Zamakhsyari (2011). Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta: LP3ES
  4. Haedari Amin (2006), Transformasi Pesantren; Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan dan Sosial, Jakarta: LeKDis & Media Nusantara
  5. Haedari, Amin (2006), Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas dan Tantang Kompleksitas Global., Jakarta: IRD Press
  6. Shihab, Quraish, (2019), Wasathiyah: Wawasan Islam Tentang Moderasi Beragama, Tangerang: Lentera Hati
  7. Umar, Nasaruddin, (2014) Islam Fungsional: Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-Nilai Keislaman, Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.
  8. Al-Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabattabai,(1996), Inilah Islam; Upaya Memahami Seluruh Konsep Islam Secara Mudah, Bandung: Pustaka Hidayah
  9. Abdurahman Wahid, (2006) Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Jakarta: The Wahid Institut.
  10. M. Sabit AT., (2015), Dakwah Moderasi Anregurutta K.H. Muhammad As'ad Al-Bugisi, Sengkang: Lampena.
  11. Mishbah Yazdi (2012), Iman Semesta; Merancang Piramida Keyakinan, Jakarta: Nur Al-Huda
  12. Kolis, N. (2017). Wahdat Al-Adyan: Moderasi Sufistik Atas Pluralitas Agama, TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan, 1(2), 166-180. (Jurnal)
  13. Tahqiq, N. (2011),  Refleksi Untuk Moderasi Islam Indonesia, Dialog, 34 (1), 49-64 (Jurnal)
  14. Fauzi, A (2018). Moderasi Islam Untuk Peradaban dan Kemanusiaan, (Jurnal Islam Nusantaran), 2 (2), 232-244
  15. Dawing, D. (2017), Mengusung Moderasi Islam di Tengah Masyarakat Multikultural, Rausyan Fikr. Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin dan Filsafat, 13 (2), 225-255. (Jurnal)
  16. Hamzah Harun, Moderasi Beragama (Power Point)
  17. https://aceh.tribunnews.com/2019/08/14/ini-5-ciri-paham-radikal-di-antaranya-klaim-kebenaran-tunggal-dan-mudah-mengafirkan-orang-lain
  18. https://radarjember.jawapos.com/opini/20/11/2019/menteri-agama-baru-dan-misi-moderasi-beragama/

Oleh :
NURDIN ZAINAL
Dosen IAI As'adiyah Sengkang

No comments:

Post a Comment