Tuesday, June 2, 2020

PRINSIP DASAR BERTAUHID MENURUT IMAM AL-GHAZALI

Imam Al-Ghazali adalah sosok ulama Islam terkemuka, Ia seorang ahli fiqh juga sufi. Kedalaman ilmunya diakui sepanjang sejarah khasanah intelektual Islam, menurut sebagian peneliti mengklaim bahwa ia hampir sulit menemukan tandingannya. Umat Islam sangat respect terhadap ketinggian dan keutamaan ilmu dan prilakunya. 

Suatu ketika di tahun 1092 M. Imam Al-Ghazali diundang oleh Nidzam al-Mulk untuk menjadi seorang guru besar di Nidzamiyah, Baghdad. Di sini ia menuntaskan studinya tentang teologi, filsafat, ta'limiyah dan tasawuf. dan di tempat ini pula merupakan periode penulisan karya-karyanya paling produktif. Menurut Dr. Abd Rahman Badawi, di dalam bukunya "Mu'allafat al-Ghazali", menyebutkan bahwa karya-karya Imam Al-Ghazali mencapai 457 buah dan berisi kajian mendalam atas beragam tema penting yang sekaligus menandakan kedalaman pengetahuannya di bidang, sufisme, akhlak, teologi, psikologi, filsafat, pendidikan, bahkan tidak ketinggalan persoalan metafisika dan mistik ia dalami.

Imam Al-Ghazali mengajarkan bahwa dalam bertauhid harus mengerti prinsip-prinsip dasarnya:
  1. Transendensi (Tanzih) Dalam membuktikan adanya Tuhan, Imam Al-Ghazali senantiasa memegang pendapat Asy-ariyah, yakni tertumpu pada bukti teologi (kalamiah). Untuk itu ia menyatakan bahwa alam yang rumit penciptaannya dan kokoh aturannya itu pasti bersumber pada sebab yang mengatur dan menata, sedangkan karya-karya yang kokoh menunjukkann ilmu dan hikmah si pencipta. Tuhan adalah Zat Yang Maha Esa tanpa sandingan, Maha Tunggal tanpa padanan, Tempat segala sesuatu bergantung. Dia senantiasa disifati dengan predikat Kebesaran. Dia tidak lekang oleh keparipurnaan dan keterputusan dengan kadaluarsanya zaman dan habisnya waktu. Akan tetapi Dia Maha Awal dan Akhir, Maha Tampak dan Tersamar, dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Imam Al-Ghazali meyakini bahwa Allah tidak berfisik dan berbentuk, juga bukan atom yang terbatas dan berkadar. Dia tidak sepadan dengan jisim-jisim dalam takaran, juga dalam hal menerima partisi. Dia bukanlah partikel atom dan tidak juga berposisi sebagai partikel atom. Dia bukan pula aksiden atau berposisi sebagai aksiden. Bahkan Dia tidak sepadan dengan segala eksistensi dan tiada eksistensi yang menyamai-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang menyamainya.
  2. Sifat Mengetahui ('Ilm), Allah mengetahui segala pengetahuan-Nya meliputi segala yang terjadi di bawah kerak bumi dan di atas langit. Tak sebiji atom pun perkara di bumi ini dan di langit lepas dari pengetahuan-Nya, bahkan Dia mengetahui decak latah semut-semut hitam di padang pasir lengang di malam gelap gulita. Dan Dia juga mengetahui gerakan atom di udara bebas dan mengetahu rahasia yang tersembunyi. Dia memantau bisikan-bisikan hati kecil, gerakan-gerakan benak pikir, dan rahasia-rahasia nurani dengan pengetahuan dahulu kala (al-ilm al-Qadim al-Azali) yang senantiasa melekat pada-Nya sejak dahulu kala (Azal al-Azali), bukan dengan pengetahuan baru yang dihasilkan di dalam Zat-Nya lewat hulul (Immanent) dan Intiqal (transformasi).
  3. Sifat Berkehendak (Iradah), Allah Swt. berkehendak atas segala entitas, mengendalikan segala kebaruan. Tidak ada yang berlaku di kerajaan bumi dan di kerajaan langit berupa banyak-sedikit, baik-buruk, besar-kecil, manfaat-mudharat, iman-kafir, untung-rugi, tambah-kurang dan ketaatan-kemaksiatan kecuali dengan Qada', Qadar, Hikmah dan kehendak-Nya. Apa yang Dia kehendaki terjadilah dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Segala sesuatu tidak akan keluar dari garis kehendak-Nya sejauh pandangan atau pemikiran sekalipun.
  4. Sifat Hidup (Al-Hayah) dan Berkuasa (al-Qudrah), Allah Maha Hidup lagi Maha Kuasa. Dia tidak memiliki kekurangan dan kelemahan, juga tidak dihinggapi kealpaan dan tidur, dan tidak pula ditimpa kebinasaan dan kematian.
  5. Sifat Wicara (Kalam), Dia Maha Berbicara, Dia memerintah dan melarang, berjanji dan mengancam dengan Kalam-Nya yang Azali. Kalam-Nya tidak menyerupai bicara makhluk-Nya. Suara-Nya tidak muncul dari infiltrasi udara dan getaran suara. Juga tanpa huruf yang terputus-putus dengan menutup bibir atau menggerakkan lidah. Al-Qur'an dan Kitab-Kitab Suci yang lain adalah kitab yang diturunkan-Nya pada Rasul utusan-Nya Al-Qur'an dibaca dengan lisan, ditulis dengan mushaf, dihapal dalam hati. Meskipun begitu Al-Qur'an tetap Qadim yang berdiri dengan Zat Allah. Ia tidak terpisah dengan perpindahannya ke dalam hati dan kertas. Musa as. juga mendengar Kalam Ilahi tanpa suara dan huruf, sebagai mana orang-orang baik kelak melihat-Nya di hari kiamat tanpa substansi dan aksidensi.
  6. Sifat Mendengar (Sam') dan Melihat (Basar), Allah adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Bagi Dia tidak ada perkara yang audible/ masmu' yang dapat didengar yang lepas dari pendendengaran-Nya meski selirih apa pun. Dan Dia tidak menghilang dari pandangan-Nya. Pandangan dan pendengarannya tidak terhalang oleh jarak dan terhambat oleh kelam kepekatan. Sifat-sifat-Nya tidak menyerupai sifat makhluk-Nya, begitupun esensi-Nya tidak sama dengan esensi makhluk.
Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan hidayah, keyakinan dan kekokohan dalam beragama.
Wallahu 'A'lam Bisshawab.

Sumber Bacaan:
  1. Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam. Terj. Yudian Wahyudi Asmin, (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2004)
  2. Risman Munanto (2014), Karakteristik Pemikiran Kalam Pasca Al-Ghazali dan Ibn Rusyd. Makalah
  3. Al-Ghazali, Samudera Pemikiran Al-Ghazali, Alih Bahasa Kamran As'ad Irsyady, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002)
Oleh:
NURDIN ZAINAL

No comments:

Post a Comment