Sunday, June 14, 2020

RISALAH (2) AHLUSSUNNAH WALJAMAAH MENURUT KH. SYUKRON MA'MUN

Sumber Gambar
Pada artikel kali ini kami akan menarasikan hasil pemikiran KH. Syukron Ma'mun tentang sejarah Mazhab Ahlus Sunnah wal-Jamaah. Mungkin selama ini masih banyak saudara kita yang belum paham dan mengerti tentang Ahlus Sunnah Wal-Jamaah. Menurut beliau bahwa sebenarnya sistem pemahaman Islam menurut Ahlus-Sunnah wal-Jamaah hanya merupakan kelangsungan yang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw dan Khulafaurrasyidin. Namun sistem ini kemudian menonjol setelah lahirnya Mazhab Mu'tazilah pada abad ke 11 Hijriyah.

Seorang ulama besar bernama "Al-Imam Hasan Basri" dari golongan At-Tabi'in di Bashrah mempunyai sebuah majelis ta'lim (mejelis ilmu), tempat mengembangkan dan memancarkan ilmu Islam. Beliau wafat pada tahun 110 Hijriyah. Diantara murid beliau yang bernama Washil bin Atha adalah salah seorang murid yang pandai dan fasih dalam bahasa Arab. Pada suatu ketika timbul masalah antara guru dan murid. Muridnya bertanya tentang "posisi seorang mukmin yang melakukan dosa besar, apakah dia masih tetap mu'min atau tidak?"

Menurut Imam Hasan Basri bahwa yang demikian itu adalah dia masih tetap mukmin selama dia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi dia fasik dengan perbuatan maksiatnya. Keterangan ini berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Imam Hasan Basri mempergunakan dalil akal tetapi beliau lebih mengutamakan dalil Al-Qur'an dan Hadis.
QS. An-Nisa: 48
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا 
Terjemahnya:Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. 
HR. Bukhari dan Muslim
عن ابي ذَرٍّ رضِيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّي اللَّه عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَتَانِى آتٍ مِنْ رَبِّى فَاَخْبَرَنِى اَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ اُمَّتِى لاَيُشْرِكُ بِا للَّهِ دَخَلَ الجَنَّةَ. قُلْتُ : وَاِنْ زَنَى وَاِنْ سَرَقَ, قَالَ وَاِنْ زَنَى وَاِنْ سَرَقَ.  
Artinya:Dari Abi Dzar ra. berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: “Datang kepadaku pesuruh Allah menyampaikan kepadamu: Barang siapa yang mati dari ummatku sedang ia tidak mempersekutukan Allah maka ia akan masuk surge, lalu saya (Abi Dzar) berkata: walaupun ia pernah berzina dan mencuri? Berkata (Rasul): meskipun ia telah berzina dan mencuri. 

HR. Bukhari (Juz IV. hal 221)
فَيَقُوْلُ وَعِزَّتِى وجَلاَلِ وَكِبْرِ ياَئِى وَعَظَمَتِى لأُخْرِجَنَّ مِنْهَا مَنْ قَالَ لاَاِلَهَ الاَّاللّه 
Artinya:Allah berfirman: Demi kegagahan dan kebesaranku dan demi ketinggian serta keagungangku, benar dan aku keluarkan dari neraka orang yang mengucapkan; Tiada Tuhan selain Allah”. 


Tetapi menurut muridnya, Washil bin Atha' orang mu'min yang melakukan dosa besar sudah bukan mukmin lagi, dia berpegangang pada akalnya. Bagaimana seorang mukmin melakukan dosa besar? berarti iman yang ada padanya iman dusta, mustahil orang yang menyatakan beriman kepada Allah, kemudian melawan Allah.

Kemudian murid tadi dikucilkan oleh gurunya ke pojok masjid dipisah dari jamaahnya, dan disebut Mu'tazilah, artinya orang yang diasingkan. Dan bergabung bersama Washil bin Atha kawannya  yang bernama Amrun bin Ubaid dan keduanya memproklamirkan kelompoknya yang disebut Mu'tazilah. Cara berpikir beliau juga dipengaruhi oleh ilmu dan filsafat Yunani. Sehingga mereka terlalu berani menafsirkan Al-Qur'an menurut akalnya, dan terpecahlah menjadi golongan-golongan yang tidak terhitung karena tiap-tiap mereka mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Malah diantara mereka yang terlalu ekstrim, berani menolak Al-Qur'an atau Sunnah apabila bertentangan dengan akal mereka. Semenjak itulah maka para ulama mengutamakan dalil Al-Qur'an dan Hadis dari dalil akal mulai memasyarakat cara dan sistem mereka di dalam memahami agama, Kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan "Ahlussunnah Wal-Jamaah".

Sumber Bacaan:
KH. Syukron Ma'mun, Risalah Pemantapan Ahlissunnah Wal-Jamaah, (Tanpa Penerbit; Jakarta, 1988)


No comments:

Post a Comment