Dalil merupakan landasan seorang muslim dalam melakukan suatu ibadah atau suatu perkara hukum didalam agama. Dalil Naqli yaitu dalil yang bersumber pada Al-qur'an dan hadis, sedangkang dalil aqli adalah dalil yang bersumber pada pemikiran dan manusia mengenai penerapan hukum.
Salah satu mazhab di dalam Islam yang lebih mengutamakan dalil akal daripada dalil yang bersumber dari Al-qur'an dan hadis adalah mazhab Mu'tazilah. Golongan ini berani menafsirkan Al-qur'an menurut akal mereka, sehingga ayat-ayat Al-qur'an disesuaikan dengan akal mereka.
Jika sekiranya ada hadis yang bertentangan dengan akal, mereka tinggalkan hadis dan mereka berpegang kepada akal pikiranya. Ini merupakan antitesa dari golongan yang disebut Ahlul Atsar.
Ahlul Atsar memiliki corak pemikiran yang berbeda dengan Mu'tazilah. Ahlul Atsar hanya berpegang kepada Al-qur'an dan hadis. Mereka tidak berani menafsirkan Al-qur'an menurut akal mereka, karena khawatir keliru dan salah dalam menafsirkan ayat-ayat, terutama yang sifatnya mutasyabihat. Mereka menyerahkan urusan ini kepada Allah Swt.
Seperti firman Allah Swt di dalam surah Al-Fath: 10 yang artinya : "...Tangan Allah di atas tangan mereka...."
Ahlul Atsar tidak mau menafsirkan apa yang dimaksud dengan tangan pada ayat tersebut, mereka menyerahkan maknanya kepada Allah Swt. Fatwa mereka hanya berdasarkan teks semata (apa yang tertulis pada Al-qur'an dan hadis). Apabila mereka tidak menjumpai dalam Al-qur'an dan hadis mereka tidak berani untuk berfatwa. Dari golongan ini lahirlah seorang Imam yang bernama Muhammad bin Abdul Wahab lahir di Nejad tahun 1703 M.
Hingga kemudian, mazhab Ahlussunnah wal-Jamaah yang diprakarsai oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi berupaya mengembalikan ajaran Islam kepada Sunnah Rasulullah Saw dan para sahabatnya dengan berpegang kepada dalil-dalil Al-qur'an dan hadis dengan tidak meninggalkan dalil-dalil akal. Golongan ini tidak menafikan akal tetapi lebih mengutamakan dalil Al-qur'an dan hadis.
Golongan Ahlussunnah wal-Jamaah mendahulukan atau mengutamakan dalil naqli daripada akal. Akal manusia diibaratkan mata, kemudian dalil naqli diibaratkan pelita, agar mata kita tidak tersesat, maka pelita kita letakkan di depan kemudian mata kita mengikuti pelita. Akal manusia mengikuti dalil Al-qur'an dan hadis, bukan Al-qur'an dan hadis yang harus menyesuaikan dengan akal manusia.
Rasulullah Saw bersabda : لا دين لمن لا عقل له (Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal). KH. Syukron Makmun mengurai hadis ini bahwa orang yang berakal menerima agama. Akal manusia menerima agama, bukan agama menerima akal, karena akal manusia bermacam-macam, kadang dipengaruhi nafsunya dan tidak mustahil dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang mungkin bertentangan dengan Islam. Agama adalah syariat yang diletakkan oleh Allah Swt. bersumberkan kepada wahyu dan sunnah Rasulullah Saw bukan bersumber pada akal. "Agama bukan akal manusia dan akal manusia bukan agama."
Wallahu A'lam Bish-shawab
Sumber Bacaan:
KH. Syukron Ma'mun, Risalah Pemantapan Ahlissunnah Wal-Jamaah, (Tanpa Penerbit; Jakarta, 1988)
No comments:
Post a Comment