Saturday, May 2, 2020

PENDIDIKAN UNTUK PERUBAHAN


Definisi pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian.

Pendidikan adalah karakter sebuah bangsa, semakin baik pendidikannya, semakin baik pula moral, ekonomi dan budaya negara tersebut.

Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad sebagai Rasul yang diutus Tuhan melalui "Iqra_Bacalah" sebagai penjastifikasian tentang pentingya melakukan perubahan kepada manusia  melalui instrumen pembaca, yakni hanya bisa ditempuh melalui proses belajar (baca; pendidikan)

Zakiyah Daradjat, menyampaikan dalam kajian psikologi agama-nya bahwa urgensi pendidikan sesungguhnya adalah mengajak manusia membentuk kesehatan mentalnya, pendidikan mempunyai potensi-potensi fitrah manusia yang bersifat spritual dan kemanusiaan.

Comte dalam khasanah keilmuan sosialnya menilai bahwa yang paling berperan untuk menciptakan tata masyarakat baru adalah manusia. Manusia dalam hal ini adalah manusia yang memiliki cara berpikir baru, sehingga menurutnya bahwa instrumen perubahan itu adalah meningkatkan taraf manusia. Instrumen untuk meningkatkan taraf hidup tersebut adalah ide (baca; pendidikan).

Comte adalah salah satu pendiri aliran idealis yang memberi kontribusi yang sangat besar terhadap pendidikan dan perubahan sosial. Dalam pendekatannya terhadap perubahan sosial, Comte menekankan prestasi masyarakat yang lebih beradab melalui peningkatan penggunaan nalar yang bisa ditempuh melalui proses pendidikan. Demikian pula Weber (1953), maupun Hegel (1967) juga dikenal sebagai tokoh penganut pendapat tersebut, yakni bahwa penyebab utama perubahan adalah ide (baca; pendidikan). Ide adalah merupakan variabel independen bagi perkembangan masyarakat.

Sementara, di peradaban Yunani kuno, juga menilai bahwa pendidikan adalah merupakan alat utama dalam menciptakan Negara ideal. Bagi Plato, Sokrates, maupun Aristoteles hanya rela menyerahkan negaranya kepada orang-orang yang terbukti pernah merasakan jenjang pendidikan, yang lolos dengan ujian kualifikasi tertenut (sesuai cita-cita dan kebutuhan negara, mulai dari militer, administrasi pemerintah, legislator, hingga memimpin negara). Bagi Yunani, yang pantas memegang dan memimpin Negara (khususnya legislator maupun kepala negaranya) idealnya adalah mereka yang berumur 50 tahun, yang telah sukses dalam berbagai ujian dengan predikat istimewa, dan raja filosof. Karena mereka itulah yang akan membuat peta jalannya Negara. Intinya bahwa Yunani memiliki konsep ideal pemimpin yakni telah melalui proses pendidikan yang berlapis-lapis, dan matang intelektualitasnya (IQ), emosionalnya (EQ), maupun spritualnya (SQ). Artinya Yunani pun menilai bahwa Negara ideal bisa tercapai jika manusia diberi pendidikan.

Demikian juga beberapa pahlawan Nasional Indonesia yang memberi penjustifikasian, bahwa dalam melakukan perubahan terhadap bangsa menuju kemerdekaan adalah pendidikan. Pendidikan adalah instrumen utama, jika bangsa ini ingin merdeka dan ditinggikan derajat dan martabatnya dihadapan bangsa lain, maka yang pertama dilakukan adalah memberi pendidikan kepada rakyatnya.Tokoh dan sosok manusia Indonesia yang memiliki apresiasi yang sangat tinggi terhadap pendidikan di Indonesia tercatat dengan tinta emas dalam sejarah perjuangan, sebut saja R.A. Kartini (pengagas pendidikan terhadap kaum perempuan di Indonesia untuk setara dengan laki-laki), Ki Hajar Dewantara dan Bung Hatta. Ketiga tokoh ini seharusnya menjadi icon pendidikan di Indonesia, yang tidak boleh terlupakan dalam sejarah kebangsaan.

Pendidikan, memiliki orientasi penting dalam kehidupan umat manusia, yakni sebagai pencetak manusia-manusia berkarakter dan beradab, untuk mengisi ruang kehiudpan manusia itu sendiri dalam semua aspek kehidupan yang berkualitas. Pada prinsipnya, pendidikan memiliki fungsi sebagai kawah penggemblengan manusia-manusia unggul, tempat menggodok manusia-manusia bermental, berwatak, cerdas berbudi luhur dan terampil serta berakhlak mulia upaya pendidikan adalah mengolah  potensi intelektual (head), spritualitas (heart), dan Profesionalitas (hand). Ketiga fakultas diri manusia ini, seharusnya menjadi kunci untuk melahirkan manusia yang unggul dan berkualitas.

Ironisnya substansi pendidikan dianggap semakin jauh dari kenyataan, pendidikan tidak mampu mencetak manusia  yang berkualitas dalam arti sesungguhnya. Banyak anggapan yang menilai bahwa kegegalan Indonesia untuk menata dan mengelola negaranya karena akibat lembaga pendidikan tidak sungguh-sungguh dan lebih menekankan kepada ukuran kuantitatif. Bahkan banyak anggapan bahwa pendidikan di Indonesia lebih memfokuskan diri pada hal-hal yang sifatnya formalis-legalistik (contohnya standarisasi pendidikan secara nasional dan generik, yang melihat Indonesia seolah-olah Jakarta tenpa memperhitungkan kondisi daerah lainya, dan sangat abai terhadap substansi pendidikan itu sendiri.

Hiskia Metegan, seorang guru pendidikan agama Kristen di Ambon mengatakan terkait kurikulum pendidikan saat ini belum terlalu menyentuh karakter anak. Kurikulum lebih banyak menekankan nilai kognisi daripada psikomotorik dan afektif. Dalam menyusun kurikulum, lanjutnya, sebetulnya ada satu hal yang terkait dengan pembangan karakter. Namun karena keterbatasan waktu, nilai karakter ini suka diabaikan, yang dikejar justru pencapaian KKM dari sisi kognisi. Ketika pengethuan anak di bawah KKM, maka anak dinyatakan rendah pengetahuannya, tanpa melihat sisi lainnya yaitu sikap.

Indonesia adalah negara yang dikenal dengan konsep kesejahteraan yang berkewajiban penuh mengurus rakyatnya. Khususnya dalam pendidikan upaya itu tercermin dalam UUD 1945, bahwa tujuan Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsanya, meskipun berbagai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional belum dianggap mencerminkan kesungguhan yang kemudian menuai kritikan dari berbagai pihak (Pendidikan Gratis, Biaya Operasional Sekolah (BOS), UU Badan Hukum Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen, Ujian Nasional dan lain-lain.

Konsep pendidikan memang cukup memperoleh perhatian dan suara gugatan, setidaknya di kalangan intelektual, pendidik, LSM yang memiliki jangkauan berpikir yang cukup jauh ke depan. Apalagi kenyataan sehari-hari sejumlah upaya percobaan pendidikan telah dirintisi untuk sedikit banyaknya mengajukan alternatif terhadap sistem pendidikan yang ada.

Memang harus diakui bahwa, setiap perjuangan pasti mengalami pasang naik dan pasang surut. problem pendidikan bukan hanya berkutak pada urusan negara terhadap pendidikan tetapi semua komponen bertanggung jawab untuk memajukan pendidikan. Ali Syariati mengatakan sebagai manusia harus mengerti dan tahu fungsinya sebagai manusia, tahu fungsi ideologi dan pandangan hidup, tentang pemanfaatan dan penyegaran sumber-sumber budaya sendiri dengan bimbingan Islam serta tugas-tugas yang harus dipikul oleh para cendekiawan muslim. Dan salah satu masalah yang kita hadapi oleh umat Islam adalah ancaman kebekuan berpikir.

Tugas para cendekiawan muslim hanya akan memiliki makna dan fungsi bila mereka selalu berada di tengah-tengah massa rakyat; menerangi massa, membimbing massa dan bersama-sama massa melakukan  pembaharuan ke arah kehidupan yang lebih baik, lebih Islam, ia mengingatkan bahwa Nabi Muhammad Saw sendiri dibangkitkan oleh Allah Swt. dari tengah-tengah massa kemudian untuk kemudian bersama-sama massa keluar dari kegelap-gulitaan ke suasana terang-benderang.

Harapan memperbaiki pendidikan di tanah air harusnya menjadi pekerjaan rumah yang sangat pokok di banding dengan yang lain, karena bagaimana mungkin bangsa ini menjadi lebih baik jika pendidikan dengan ribuan masalahnya tidak pernah usai.

Selamat Hari Pendidikan Nasional 
=  2 Mei  =
"Belajar dari Covid-19"

Sumber Bacaan:
  1. Panitia Penerbitan Buku 70 Tahun Prof. Dr. Zakiyah Daradjat, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia. 1999 (Buku)
  2. Indar Arifin, Mencari Sosok Pemimpin Yang Peduli Pendidikan, 2009 (Makalah)
  3. Ali Syariati, Tugas Cendekiawan Muslim, 2001 (Buku)
  4. Paulo Preire, Pendidikan Yang Membebaskan, 2001 (Buku)
  5. Munawar-Rachman, Budhy, et al. Pendidikan untuk Perubahan: Sepotong Catatan Tentang Cerita Motivasi dan Inspirasi dari Ambon. Pusat Studi Agama dan Demokrasi, Universitas Paramadina, 2015.
  6. Wikipedia, Pendidikan
Oleh:
NURDIN ZAINAL

No comments:

Post a Comment