Tuesday, May 19, 2020

MENAKAR KUALITAS TAQWA DI MASA PANDEMI COVID-19

Secara etimologi taqwa bermakna menjaga atau memelihara. Secara terminologi, ada beragam definisi yang diungkapkan oleh para ulama tentang taqwa, namun secara sederhana dapat dpahami sebagai upaya untuk senantiasa menaat segala perbuatan yang diridhai oleh Allah dan menghindari perbuatan yang dibenci atau dilarang-Nya.

Taqwa merupakan harapan setiap pribadi muslim. Derajat muttaqin (orang bertaqwa) menjadi suatu pencapaian tertinggi seorang muslim sejati dalam kehidupannya. Dalam literatur utama Islam baik al-Qur'an maupun hadis, penghargaan terhadap orang bertaqwa sangat tinggi. Secara personal orang yang bertaqwa akan dihadiahkan, surga yang luas, diberi solusi terhadap persoalan hidup, rezki yang tak mereka sangka dan berbagai penghargaan lain. Di samping itu, penghargaa sebagai manusia termulia dipersembahkan bagi orang yang bertaqwa. Secara sosial, orang-orang yang bertaqwa akan diberikan keberkahan hidup dalam komunitasnya baik keberkahan bumi maupun keberkahan langit.

Untuk mencapai derajat tersebut. Al-Qur'an dan hadis memberikan petunjuk dengan melaksanakan ibadah personal maupun ibadah sosial. Bahkan ada beberapa ibadah yang bertujuan khusus untuk sampai pada derajat ini, salah satunya adalah ibadah puasa. Secara eksplisit, Al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan utama puasa adalah membentuk pribadi yang bertaqwa. Orang yang berpuasa pada dasarnya sedang menempa diri untuk mencapai derajat yang sangat mulia ini yaitu derajat muttaqin. Al-Qur'an juga mengingatkan kita untuk membawa bekal yang terbaik yaitu taqwa.


Pada puasa Ramadhan tahun ini, umat muslim sedang diuji dan ditempa dengan berbagai ujian lebih berat dengan berpuasa di masa pandemi covid-19. Virus yang bisa menyebabkan kematian ini pertama kali muncul di kota Wuhan China pada akhir Desember 2019 dan dengan cepat menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia hanya dalam waktu beberapa bulan. Akibatnya beberapa negara harus memberlakukan lock down, Indonesia sendiri menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) demi untuk mencegah penularan virus ini. Efek PSBB ini secara langsung berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat termasuk persoalan ekonomi dan psikologi.

Bagi umat Islam, keadaan ini merupakan ujian berat melaksanakan ibadah Ramadhan dalam situasi pandemi. Di sisi lain ujian berat ini akan memperlihatkan kepada kita siapa-siapa yang mampu bertahan sampai ke tahap muttaqin, meski dengan kualitas taqwa yang berbeda. Ukuran kualitas taqwa tentunya sangat subjektif namun termanifestasi dalam prilaku keseharian seseorang.
Di dalam al-Qur'an ada banyak ayat yang menjelaskan  tentang orang yang bertaqwa yang bisa dijadikan ukuran taqwa seseorang. Dalam tulisan ini, akan dikemukakan salah satu ayat Al-Qur'an, di surah Al-Imran : 134
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  
Terjemahnya: (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Di ayat tersebut di atas memuat beberapa ciri orang yang bertaqwa yang mungkin bisa dijadikan sebagai jalan menuju predikat muttaqin. Ayat ini bisa menjadi bahan muhasabah bagi diri sendiri terkait kualitas taqwa secara khusus dalam masa pandemi covid-19.

Ciri Pertama, mampu menafkahkan (harta) diwaktu lapang dan sempit.

Salah satu ukuran penting orang yang bertaqwa adalah kedermawan yang dimanifestasikan dalam bentuk berbagi dan memberi  manfaat kepada sesama khusus dalam ayat ini, ungkapan menafkahkan disebutkan tanpa objek apa yang dinafkahkan meski lebih utama adalah harta harta sebagaimana disebutkan dalam beberapa tafsir. Ini berarti bahwa infaq atau berbagi bisa dengan apa saja, bisa dalam bentuk materi, motivasi, tenaga, bahkan bisa dalam bentuk senyum ramah ketika bertemu dengan orang lain.

Aktualisasi berinfaq di masa pandemi saat ini sangat tepat. Di saat terjadi problemi ekonomi akibat PSBB, banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan. Saat seperti inilah kehadiran orang-orang yang shaleh secara sosial sangat diharapakan untuk berderma untuk mewujudkan tanggung jawab sosial yang merupakan bagian dari penegakan ajaran Islam secara utuh.

Kondisi berinfak ditegaskan dengan ungkapan pada saat lapang (al-sarra) dan saat sempit (al-dharra). Berinfaq tidak perlu menunggu harus punya harta yang banyak dulu, tapi dalam keadaan sempit pun diusahakan untuk memberi meski dengan jumlah yang sedikit. Intinya berbagi kepada kepada orang lain sesuatu yang telah dianugerahkan dan dititipkan Allah kepada kita.

Rasulullah memberikan petunjuk ketika berpuasa, ia banyak bersedekah. Inilah yang bisa menjadi solusi dalam mengatasi masalah sosial sekaligus mendidikan pribadi menuju maqam muttaqin.

Ciri Kedua, Mampu Menahan Amarah

Yaitu orang mampu menahan amarahnya meski ia mampu melampiaskannya. Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang paling kuat bukan orang yang badannya besar atau kekar tapi orang yang paling kuat adalah orang mampu menahan diri ketika sedang marah. Oleh karena itu, salah satu syarat menjadi orang muttaqin adalah kemampuan mengelola emosi yang bisa membawa kepada keburukan.

Pada ramadhan kali ini, sikap sabar masyarakat khususnya umat Islam di masa pandemi mengalami ujian yang berat. Persoalan ekonomi yang tidak stabil menjadi keluhan umum di tengah masyarakat yang merasa kekurangan. Situasi psikologi umat Islam yang tidak bisa beribadah secara berjamah di masjid mulai terguncang, sehingga banyak yang tetap beribadah di masjid meski ada larangan.

Pada situasi ini, kesabaran dalam menahan amarah sangat dibutuhkan, kesabaran ditengah tekanan ekonomi dan kegoncangan psikologi beragama. Orang yang meniti jalan menuju kepada taqwa akan ditempa dengan dengan kesabaran menghadapi berbagai situasi sulit dengan media puasa ramadhan.

Ciri Ketiga, Mampu Memaafkan Orang Lain 

Orang berpuasa yang ingin menyempurnakan kualitas puasanya harus mampu memberikan maaf pada siapa pun yang bersalah kepadanya. Sikap memaafkan sebagaimana yang disebutka al-Qur'an merupakan jalan terdekata untuk sampai ke derajat taqwa. Meski sulit, sikap memaafkan merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menempa pribadi seseorang.

Jika ingin mengetahui kualitas taqwa seseorang, maka bisa diliihat sejauh mana dia bisa menjadi pribadi pemaaf terhadap sesama. Siapa pun itu. Pribadi yang tidak menyimpan dendam di dalam hatinya akan menjadi pribadi yang berhati suci. Hati yang menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Seseorang tidak bisa berharap dekat dengan Allah apabila masih ada benih dendam dalam hatinya. Masa pandemi di bulan ramadhan ini menjadi waktu bagi seseorang untuk mengasah sikap pemaaf pada orang yang bersalah kepada dirinya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Penjelasan di atas mudah-mudahan bisa menjadi bahan refleksi, muhasabah diri dan renungan, apakah sifat taqwa sudah memberikan efek dalam kehidupan sehari-hari atau belum.
Wallahu a'lam bisshawab.

Sumber Bacaan:
  1. Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Cet. I Libanon; Dar al-Fikr, 2001)
  2. Darwis Hude, Logika Al-Qur'an: Pemaknaan Ayat dalam Berbagai Tema, (Cet. I. Jakarta Timur; Eurabia, 2015)
  3. Imam Al-Ghazali, Kitab al-Arbain fi Ushul al-Din, (Cet. I: Jakarta; Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2014)
Oleh :
HASMULYADI HASAN
Pembina Ma'had Aly As'adiyah Sengkang 
& Dosen IAI As'adiyah Sengkang

No comments:

Post a Comment